Senin, 21 Maret 2016

Meluruskan Artikel “Mengapa Ulama Aswaja NU Begitu Takut Dengan Wahabi” (3)



Oleh : Ahmad Saifuddin *
5. Apabila kita mencermati sejarah dakwah para Rasul, niscaya akan dijumpai bahwa kelompok yang paling keras menentang dakwah tauhid para Rasul tersebut adalah mereka yang selalu menamakan dirinya sebagai ―pembela ajaran nenek moyang‖. Begitu pula kita dapati hari ini, yang paling keras menentang dakwah salaf yang mengajak umat Islam untuk memurnikan peribadatan kepada Allah, adalah kelompok yang menamakan dirinya sebagai ―pemelihara tradisi nenek moyang.‖ Selanjutnya, berkembangnya dakwah salafiyah di tengah masyarakat sama artinya dengan terbongkarnya klaim dusta Ahlus Sunnah wal Jama‘ah yang selama ini mereka gembar-gemborkan. Nyatanya, yang mereka praktekkan bukanlah akidah dan amaliah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya, melainkan amalan-amalan Ahli bid‘ah wal firqah, entah itu firqah Asy‘ariyah, shufiyah, quburiyah, batiniyah, filsafat, hingga kejawen yang saling bercampur aduk.
BANTAHAN:
Bantahan : Mengenai sebutan NU sebagai ―pemelihara tradisi nenek moyang‖, memang dilegitimasi oleh agama, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Islam melegitimasi untuk memelihara dan menghargai tradisi, misalkan Imam Ahmad ibn Hanbal memakruhkan shalat dua raka‘at sebelum Maghrib karena masyarakat mengingkarinya. Tasyabuh pun juga mendapatkan legitimasi, seperti yang sudah dijelaskan mengenai asal usul aqiqah dan ruqyah yang berasal dari tradisi jahiliyah serta puasa Asyura yang berasal dari tradisi Yahudi. Namun, jika NU hanya disebut sebagai pemelihara tradisi tanpa mengikuti dalil, hal itu salah besar. NU senantiasa konsisten dalam melaksanakan istinbath al-ahkam berdasarkan empat madzhab, di atas dasar Al Qur‘an, Sunnah, Ijma‘, dan Qiyas [39]. Muhammad Karyono juga salah besar jika menganggap Asy‘ariyah dan sufi adalah firqah. Asy‘ariyah dan sufi adalah bagian dari Islam, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Justru Wahhabi-lah yang menjadi firqah [40] karena menyempal dari golongan mayoritas (sawad al a‘dham dan al-jama‘ah) dan selalu memunculkan perpecahan umat. Selain itu, kemunculan Wahhabi ini pun sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa dari Najd akan muncul fitnah umat Islam [41] dengan berbagai ciri-ciri dan beberapa istilah, misalkan istilah muncul tanduk setan, pandai membaca Al Qur‘an dan rajin beribadah, tetapi sama sekali tidak memahami pengetahuan keagamaan. [42]

Di sisi lain, Nabi Muhammad SAW sudah memprediksikan kemunculan empat imam madzhab yang dianut oleh NU dalam mencontoh Nabi Muhammad SAW, yaitu Imam Abu Hanifah [43], Imam Malik ibn Anas [44], Imam Muhammad ibn Idris asy-Syafi‘i [45], dan Imam Ahmad ibn Hanbal [46]. Baik Imam Abu Hasan al-Asy‘ari dan Abu Manshur al-Maturidi maupun empat imam madzhab tersebut, termasuk ulama salaf. [47]

Sebaliknya, Wahhabi yang mengaku beraliran salaf, justru memiliki panutan (Ibnu Taimiyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, al-'Utsaimin, Nashiruddin al-Abani, Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz) yang sama sekali bukan ulama salaf. [48]
6. Sekiranya para kyai aswaja NU mau menanggalkan hawa nafsu dan sikap fanatisme yang membabi buta terhadap tradisi leluhur mereka, niscaya mereka bakal mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dai salafi yang telah meluruskan makna Ahlus Sunnah wal Jama‘ah yang selama ini mereka pahami secara keliru.
BANTAHAN:
Muhammad Karyono menganggap ulama NU belum menanggalkan hawa nafsunya. Padahal, terbukti bahwa yang justru tidak pernah menanggalkan hawa nafsu adalah Wahhabi. Misalkan, setiap proses perjalanan Wahhabi selalu ditandai dengan pembunuhan, pembantaian [49], dan penghancuran situs bersejarah. Bayangkan jika situs bersejarah, bahkan makam Nabi Muhammad SAW, dihancurkan. Maka umat Islam tidak akan memiliki bukti empirik adanya Nabi Muhammad SAW sehingga agama Islam akan mudah digoyahkan. Namun, pertolongan Allah SWT turun dalam bentuk adanya Komite Hijaz yang dibentuk oleh ulama-ulama NU dan mencegah rencana jahat Raja Saud menghancurkan makam Nabi Muhammad SAW.

Selain pembunuhan dan pembantaian, Wahhabi juga gemar melakukan pemotongan dan pengubahan (distorsi/ tahrif) terhadap kitab-kitab ulama klasik agar masyarakat terkecoh bahwa ulama-ulama klasik memiliki pendapat yang sama dengan Wahhabi, padahal jelas berbeda. Kitab al-Ibanah ‗an Ushul al-Diyanah karya al-Imam Abu al-Hasan al-Asy‘ari. Kitab al-Ibanah yang diterbitkan di Saudi Arabia, Beirut dan India disepakati telah mengalami tahrif dari kaum Wahhabi. Hal ini bisa dilihat dengan membandingkan isi kitab al-Ibanah tersebut dengan al-Ibanah edisi terbitan Mesir yang di-tahqiq oleh Fauqiyah Husain Nashr. Tafsir Ruh al-Ma‘ani karya al-Imam Mahmud al-Alusi juga mengalami nasib yang sama dengan al-Ibanah. Kitab tafsir setebal tiga puluh dua jilid ini telah di-tahrif oleh putra pengarangnya, Syaikh Nu‘man al-Alusi yang terpengaruh ajaran Wahabi. Tafsir al-Kasysyaf, karya al-Imam al-Zamakhsyari juga mengalami nasib yang sama. Dalam edisi terbitan Maktabah al-Ubaikan, Riyadh, Wahabi melakukan banyak tahrif terhadap kitab tersebut, antara lain ayat 22 dan 23 Surat al-Qiyamah, yang di-tahrif dan disesuaikan dengan ideologi Wahabi. Hasyiyah al-Shawi ‗ala Tafsir al-Jalalain yang beredar dewasa ini baik edisi terbitan Dar al-Fikr maupun Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah juga mengalami tahrif dari tangan-tangan jahil Wahabi, yakni penafsiran al-Shawi terhadap surat al-Baqarah ayat 230 dan surat Fathir ayat 7. Wahabi juga telah membuang bahasan tentang istighatsah dalam kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, kitab fiqih terbaik dalam madzhab Hanbali. Kitab al-Adzkar al-Nawawiyyah karya al-Imam al-Nawawi dalam edisi terbitan Darul Huda, 1409 H, Riyadh Saudi Arabia, yang di-tahqiq oleh Abdul Qadir al-Arna‘uth dan di bawah bimbingan Direktorat Kajian Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia, telah di-tahrif sebagian judul babnya dan sebagian isinya dibuang. Yaitu Bab Ziyarat Qabr Rasulillah SAW diganti dengan Bab Ziyarat Masjid Rasulillah SAW dan isinya yang berkaitan dengan kisah al-‘Utbi ketika ber-tawasul dan ber-istighatsah dengan Rasulullah saw, juga dibuang. [50]

Wahhabi mendistorsi kata Imam Syafi‘i dalam Kitab Diwan al-Imam Syafi‘i. Wahhabi telah menghilangkan nasehat Imam Syafi‘i dalam Diwan al-Imam Asy-Syafi‘i, Dar al-Jil, Beirut, Lebanon 1974, halaman 34 berikut : ‖Jadilah ahli fikih dan sufi sekaligus, jangan hanya salah satunya. Sungguh demi Allah, saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang ini (yang hanya mempelajari ilmu fikih tapi tidak mau menjalani tasawuf), maka hatinya keras dan tidak dapat merasakan lezatnya taqwa. Sebaliknya, orang yang itu (yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari fikih), maka ia akan bodoh, sehingga bagaimana bisa dia menjadi benar?‖. Wahhabi juga memalsukan kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi, memalsukan perkataan Imam as-Subki dalam Syarh al-'Aqidah al-Thahawiyah, memalsukan kitab ‗Aqidah al-Salaf Ashhabu al-Hadits, memalsukan kitab Hasyiyah al-Shawi, memalsukan kitab al-Kasyaf karya Imam Zamakhsyari, memalsukan kitab al-Ibanah karya KH. Muhammad Hasyim Asy‘ari, memalsukan kitab Shahih Bukhari dan Muslim, menghapus hadits-hadits dalam Musnad Imam Ahmad, memalsukan kitab Majmu‘ al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, dan memalsukan kitab Iqtidha al-Shirath al-Mustaqim. [51]

Wahhabi dalam mencuci otak masyarakat awam, selalu memakai kaidah Lau Kaana Khairan Lasabaquunaa Ilaihi yang artinya Kalau sekiranya perbuatan itu baik, tentulah para Shahabat telah mendahului kita mengamalkannya. Padahal, dalam fiqh dan ushul fiqh, tidak dikenal kaidah tersebut. Kaidah itu justru mirip rasionalisasi orang-orang kafir dalam menolak Al Qur‘an. ―Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: "Kalau sekiranya dia (Al Qur‘an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: ―Ini adalah dusta yang lama". (QS Al Ahqaf ayat 11)

Berdasarkan berbagai penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap yang dituliskan oleh Muhammad Karyono hanya berdasarkan prasangka tanpa data sehingga mengarah pada fitnah dan jelas tidak ilmiah. Nahdlatul 'Ulama tidak takut menghadapi ekspansi Wahhabi, yang ditakutkan oleh Nahdlatul 'Ulama adalah jika umat Islam terjangkit pemahaman keagamaan Wahhabi yang tekstual, mudah mengkafirkan, mudah membid‘ahkan, khawarij [52], mujassimah [53], dan musyabbihah [54] sehingga umat Islam akan mudah saling menyalahkan dan menganggap dirinya paling benar. Wahhabi, bukan gerakan Islam apalagi pemurni Tauhid. Wahhabi, hanyalah sebuah gerakan politik radikal yang mengatasnamakan agama. Para ulamanya pun bukan ulama salaf dan tidak faqih dalam bidang agama. Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW bahwa jika sesuatu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.

*Ahmad Saifuddin
Wakil Sekretaris PW IPNU Jawa Tengah
 
Catatan Kaki:

[39]Contoh nyata NU meneladani Rasulullah SAW melalui Al Qur‘an, Sunnah, Ijma‘, dan Qiyas terwujud dalam setiap ijtihad kelompok dalam Lembaga Bahtsul Masail NU, yang salah satunya dibukukan dalam buku hasil Muktamar, Musyawarah Alim Ulama, dan Konferensi Besar PBNU. Selain itu, mengenai istinbath al-ahkam ala NU salah satunya dapat dibaca dalam buku Forum Karya Ilmiah 2004, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, (Kediri : Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi‘in, 2008).

[40] Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya‖. (HR Muslim 1773). Dalam hadits tersebut, jelas-jelas Nabi Muhammad SAW menyebutkan firqah.

[41] Dari Ibnu Umar ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda sementara beliau menghadap timur (Najd) : "Ingat, sesungguhnya fitnah itu disini, sesungguhnya fitnah itu disini dari arah terbitnya tanduk setan." (HR Muslim 5167).

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Husain bin Al Hasan berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Aun dari Nafi‘ dari Ibnu 'Umar berkata, Beliau berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Ibnu 'Umar berkata, Para sahabat berkata, Juga untuk negeri Najed kami. Beliau kembali berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Para sahabat berkata lagi, Juga untuk negeri Najed kami. Ibnu 'Umar berkata, Beliau lalu berdoa: Disanalah akan terjadi bencana dan fitnah, dan di sana akan muncul tanduk setan. (HR Bukhari 979)

Dari Ibnu Umar mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memanjatkan doa; Ya Allah, berilah kami barakah dalam Syam kami, ya Allah, berilah kami barakah dalam Yaman kami. Para sahabat berkata; ‗ya Rasulullah, dan juga dalam Nejed kami! ' Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam membaca doa: Ya Allah, berilah kami barakah dalam Syam kami, ya Allah, berilah kami barakah dalam Yaman kami. Para sahabat berkata; 'Ya Rasulullah, juga dalam Najd kami! ' dan seingatku, pada kali ketiga, beliau bersabda; Disanalah muncul keguncangan dan fitnah, dan disanalah tanduk setan muncul (HR Bukhari 6565)

[42] Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu‘aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin 'Abdur Rahman bahwa Abu Sa‘id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian 'Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur‘an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)

Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa‘id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu‘m dari Abu Sa‘id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa‘id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najd yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa‘id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum 'Ad. (HR Muslim 1762)
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A‘masy dari Khaitsamah dari Suwaid bin Ghafalah berkata, 'Ali radliallahu 'anhu berkata: Sungguh, aku terjatuh dari langit lebih aku sukai dari pada berbohong atas nama beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan jika aku sampaikan kepada kalian tentang urusan antara aku dan kalian, (ketahuilah) bahwa perang itu tipu daya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang bersabda: Akan datang di akhir zaman orang-orang muda dalam pemahaman (lemah pemahaman atau sering salah pahaman). Mereka berbicara dengan ucapan manusia terbaik (Khairi Qaulil Bariyyah, maksudnya suka berdalil dengan Al Qur‘an dan Hadits) namun mereka keluar dari agama bagaikan anak panah melesat keluar dari target buruan yang sudah dikenainya. Iman mereka tidak sampai ke tenggorokan mereka. (HR Bukhari 3342)

[43] Hadits yang memprediksi tentang kemunculan Imam Abu Hanifah an-Nu‘man : "Andaikan ilmu agama itu bergantung di bintang tujuh, niscaya akan dijamah oleh orang-orang dari Putra Parsi." (al-Imam Ahmad (7937) dan dinilai shahih oleh al-Hafidh Ibn Hibban (7309). Menurut al-Hafidh al-Suyuthi, hadits tersebut paling tepat sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap Imam Abu Hanifah, karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari keturunan bangsa Parsi, hanya Imam Abu Hanifah yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh banyak umat Islam di dunia.

[44] Hadits yang memprediksi tentang kemunculan Imam Malik ibn Anas : "Hampir datang suatu masa, orang-orang bepergian dengan cepat dari negeri-negeri yang jauh dalam rangka mencari ilmu, lalu mereka tidak menemukan orang yang lebih alim daripada seorang alim di Madinah." (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi (2604) dan Ahmad (7639). Menurut Imam Sufyan ibn 'Uyainah, Ahmad ibn Hanbal, al-Hafidh al-Tirmidzi, hadits tersebut sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap Imam Malik ibn Anas karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari Madinah, hanya Imam Malik ibn Anas yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh banyak umat Islam di dunia.

[45] Hadits yang memprediksi tentang kemunculan Imam Muhammad ibn Idris asy-Syafi‘i : "Seorang ulama dari suku Quraisy, ilmunya akan menyebar ke berbagai tempat di bumi." (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud al-Thayalisi (309), Abu Nu‘aim dalam Hilyah al-Auliya‘ (6/ 295), al-Hafidh al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi‘i (1/ 54), al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh al-Baghdad (2/ 61). Hadits ini dinilai hasan oleh al-Tirmidzi dan al-Hafidh ibn Hajar. Menurut Imam Ahmad ibn Hanbal, al-Hafidh al-Baihaqi, al-Hafidh abu nu‘aim, al-Hafidh al-Suyuthi, hadits tersebut sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap Imam Syafi‘i karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari keturunan Quraisy, hanya Imam Syafi‘i yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh banyak umat Islam di dunia.

[46] Tentang Imam Ahmad ibn Hanbal, seorang mujtahid terakhir di antara Empat Imam Madzhab dengan keistimewaan memiliki hafalan hadits terbanyak. Di antara sekian banyak mujtahid yang ada, beliau disepakati memiliki hafalan hadits terbanyak, dengan hafal sebanyak satu juta hadits. Dalam satu riwayat, ketika Imam Syafi‘i tinggal di Mesir di akhir hayatnya, beliau menyuruh muridnya yang bernama al-Rabi‘ ibn Sulaiman al-Muradi (174 H—270 H/ 70 M—883 M) untuk menyampaikan surat kepada Imam Ahmad ibn Hanbal. Setelah membacanya, Imam Ahmad langsung menangis lalu al-Rabi‘ bertanya, "Mengapa engkau menangis?‖ Imam Ahmad menjawab, ―al-Syafi‘i menyampaikan dalam suratnya bahwa ia telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan bersabda : ―Kirimkan surat kepada Ahmad ibn Hanbal dan sampaikanlah salamku. Katakan kepadanya, bahwa kamu (Imam Ahmad ibn Hanbal) akan mendapat ujian tentang kemakhlukan Al-Qur‘an, karenanya jangan kamu ikuti pendapat mereka. Kami akan meninggikan derajatmu hingga hari kiamat."

[47] "Sebaik-baik umatku adalah generasiku, kemudian mereka yang datang setelahnya, kemudian mereka yang datang setelahnya." (H.R. al-Bukhari (2457) dan Muslim (4603). "Kebahagiaan bagi orang yang melihatku, dan bagi orang yang melihat orang yang melihatku, dan bagi orang yang melihat orang yang melihat orang yang melihatku." (H.R. 'Abd ibn Humaid dan Ibn Asakir, termasuk hadits hasan seperti yang dikemukakan oleh al-Hafidh Jalaluddin al-Suyuthi dalam al-Jami‘ al-Shaghir juz II halaman 55). Dua hadits terakhir kemudian ditafsirkan oleh para ilmuwan Muslim dalam mengkategorikan kalangan Salaf (yaitu golongan yang hidup sebelum tahun 300 Hijriyah) dan kalangan Khalaf (yaitu golongan yang hidup setelah tahun 300 Hijriyah), dengan asumsi bahwa satu generasi dihitung seratus tahun dan dalam hadits tersebut dijelaskan keutamaan generasi salaf, yaitu mulai dari kalangan sahabat Rasulullah Muhammad SAW sampai dengan Empat Imam Madzhab, dimana Imam Abu Hanifah hidup pada masa 80 Hijriyah sampai 150 Hijriyah, Imam Malik ibn Anas hidup pada masa 93 Hijriyah sampai 170 Hijriyah, Imam Muhammad ibn Idris asy-Syafi‘i hidup pada masa 150 Hijriyah sampai 204 Hijriyah, dan Imam Ahmad ibn Hanbal wafat pada tahun 241 Hijriyah, dan keempatnya memiliki genealogi atau sanad (mata rantai) keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan sampai kepada Rasulullah Muhammad SAW dan valid.

[48] Lain dengan Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (sering dipanggil Ibnu Taimiyah) yang hidup pada masa 661 Hijriyah sampai 728 Hijriyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab yang lahir setelah generasi salaf (1115 Hijriyah), Nashiruddin al-Albani yang lahir pada tahun 1333 Hijriyah, Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Abdurrahman ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Baz yang lahir pada tahun 1330 Hijriyah, dan Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin yang lahir pada tahun 1347 Hijriyah serta tidak memiliki genealogi atau sanad (mata rantai) keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan sampai kepada Rasulullah Muhammad SAW dan valid. Mereka termasuk generasi setelah tahun 300 Hijriyah atau abad ke-3 Hijriyah dimana di dalam hadits pada footnote 43 tersebut dijelaskan bahwa keutamaan generasi salaf lebih utama daripada generasi sesudahnya.

[49] Dapat dibaca di buku Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2011). Dalam buku tersebut dijelaskan berbagai pembunuhan dan pembantaian yang dilakukan oleh Wahhabi, misalkan pembantaian di Karbala, Thaif, Makkah, Madinah, Riyadl, Yaman, dan Iran.

[50] http://jombang.nu.or.id/distorsi-kitab-oleh-wahabi/
Beberapa laman yang menjelaskan mengenai distorsi yang sudah dilakukan oleh Wahhabi adalah sebagai berikut : http://ummatipress.com/2010/02/25/tentang-kedustaan-albani-bukan-omong-kosong/, http://ummatipress.com/2011/05/01/terbongkar-pemalsuan-kitab-kitab-ulama-oleh-tangan-tangan-salafi-wahabi/, http://www.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/kejahatan-wahabi-di-depan-mata-mereka-merombak-kitab-al-washiyyah-karya-imam-abu/444678025549112, http://blog-dari.blogspot.com/2010/09/kitab-futuhat-makkiyah-sudah-diubah.html, http://sabili.co.id/indonesia-kita/kiai-nu-ada-pemalsuan-kitab-kitab-ulama-timteng

[51] Lihat Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik : Episode Kebohongan Publik Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2011).

[52] Persamaan antara Wahhabi dan khawarij sangat banyak, misalkan memahami Al Qur‘an dan Sunnah secara tekstual dan dangkal, memahami dalil agama secara sepotong-sepotong, rajin beribadah namun tidak mengimpkementasikan akhlak yang mulia, mudah menganggap kafir umat Islam di luar golongan mereka (Khawarij bahkan mengkafirkan 'Ali ibn Abu Thalib dan Mu‘awiyah), mudah membid‘ahkan amaliyah orang lain.

Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah 'ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut: "Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur‘an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta." (Hasyiyah al-Shawi ‗ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).

Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut: "Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H." (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‗ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).

Dari kalangan ulama madzhab Syafi‘i, al-Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, guru pengarang I‘anah al-Thalibin, kitab yang sangat otoritatif (mu‘tabar) di kalangan ulama di Indonesia, berkata: ―Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid berkata: ―Tidak perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu ―Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam ajaran Wahhabi, harus mencukur rambutnya)‖. Karena hal itu belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan ahli bid‘ah.‖ (Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal. 54).

[53] Wahhabi mengakui Allah SWT memiliki jism, misalkan memahami ―yadullahu‖ itu adalah tangan Allah SWT, tidak dita‘wil.

[54] Mengimani ayat-ayat mutasyabbihat secara tekstual misalkan mengimani makna "istawa"-Nya Allah itu bersemayam seperti bersemayamnya manusia, Allah SWT berada di atas 'arsy. Wahhabi juga memaknai Allah SWT turun ke langit bumi seperti turunnya manusia dari tangga. Wahhabi tidak memakai ta‘wil, padahal para shahabat dan ulama salaf mengajarkan ta‘wil, misalkan Sufyan ibn Uyainah, Ahmad ibn Hanbal, Imam al-Bukhari, al-Nazhar ibn Sumail, Ibn Jarir al-Thabari, al-Hafidh Ibn Hibban, Sufyan al-Tsauri, al-Tirmidzi, al-Imam Malik, Ibnu 'Abbas, dan al-Hasan al-Bashri. Lihat : Al-Imam Badruddin al-Zarkasyi, al-Burhan fi 'Ulum al-Qur‘an, juz 2, (Kairo, : Al-Halabi, 1957), halaman 78 (edisi Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim); Muhammad ibn Ali al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haqq min ‗Ilm al-Ushul, (Beirut : Dar al-Fikr, tanpa tahun), halaman 176.

Sumber : http://www.muslimedianews.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar